Sun Go Kong sang Kera Sakti Son Goku the Monkey King Recording studio Studio Saari SCTV
Son Goku the Monkey King
Sun Go Kong sang Kera Sakti is one of two Indonesian dubs of 西遊記 (1996).
VIVA – Journey to the West (dikenal sebagai Kera Sakti di Indonesia) merupakan serial televisi Hong Kong yang diadaptasi dari novel yang berjudul sama.
Serial televisi ini dibintangi oleh Dicky Cheung, Kwong Wah, Wayne Lai dan Evergreen Mak. Serial ini diproduksi oleh TVB dan pertama kali ditayangkan oleh TVB Jade di Hong Kong pada November 1996.
Sebagai kelanjutannya pada tahun 1998 diproduksi serial Kera Sakti 2 yang menampilkan Benny Chan sebagai pengganti Dicky Cheung.
Di Indonesia, serial ini ditayangkan pertama kali di Indosiar pada tahun 1997. Setelah Indosiar, terdapat beberapa stasiun TV Indonesia lainnya yang menayangkan serial ini.
Pada awal 2014 hingga awal 2016, serial ini ditayangkan ulang di Rajawali Televisi. Pada 27 November hingga pertengahan Desember 2017, Trans7 menayangkan ulang serial ini hingga tahun 2018.
Dicky Cheung cukup apik memerankan karakter utama Sun Gokong. Sun Gokong digambarkan sebagai siluman kera sakti yang kerap jahil namun memiliki kesaktian di atas rata-rata.
Nyaris 30 tahun berlalu sejak serial ini ditayangkan, bagaimana pernampilan terkini Dicky Cheung? Berikut profil dan penampilan terkini Dicky Cheung:
Aktor bernama lengkap Dicky Cheung Wai-kin ini lahir pada 8 Februari 1965. Dia dikenal sebagai salah satu aktor dan penyanyi ternama asal Hong Kong .
Ia mulai tertarik pada akting ketika ia masih di sekolah dasar, yang berasal dari minatnya menganalisis perilaku manusia. Misalnya, dia selalu senang berada di jalanan atau bus yang ramai, di mana dia bisa mengamati orang dan mendengar percakapan.
Pada tahun 1984, ia memenangkan Kejuaraan Menyanyi Bakat Baru Tiongkok Internasional TVB. Namun, itu bukanlah awal yang baik dalam karir menyanyinya. Tidak ada perusahaan rekaman yang mau menandatangani kontrak dengannya.
Jadi dia mengubah jalur karirnya ke akting. Pada tahun 1985, dia menandatangani kontrak dengan TVB. Namun delapan tahun berikutnya ia hanya berakting dalam peran-peran kecil saja hingga pada tahun 1991 ia akhirnya mendapat kesempatan menjadi pemeran utama dalam drama TVB berjudul "Laoyou Guigui"(A Step Beyond).
Kemudian, ia mendapatkan peran utama dalam Journey to the West, di mana ia mendapatkan banyak penggemar dan fans di Hong Kong. Serial ini tidak diragukan lagi yang membesarkan namanya di industri hiburan.
Dia telah muncul di banyak produksi televisi Taiwan sejak pergi ke Taiwan. Pada tahun 1999, stasiun saingan TVB, ATV, memperoleh hak siar Hong Kong untuk serial televisi Taiwan, Pahlawan Muda Fong Sai Yuk . Cheung memerankan Fong Sai Yuk , karakter yang juga diperankan oleh Jet Li dalam filmnya Fong Sai Yuk.
Serial tersebut langsung menjadi hit di Hong Kong dan berhasil memperoleh rating yang jauh lebih tinggi dibandingkan serial televisi TVB sendiri. Serial TVB yang tayang saat itu adalah Dragon Love yang dibintangi oleh Benny Chan Ho Man yang menggantikan Cheung dalam sekuel Journey to the West .
Dalam salah satu adaptasi TV dari novel Wuxia karya Louis Cha, The Deer and the Cauldron . Cheung berperan sebagai anti-pahlawan Wai Siu-Bo, karakter yang sebelumnya diperankan oleh Tony Leung Chiu-Wai , Stephen Chow dan Jordan Chan dalam banyak adaptasi televisi dan film, dalam The Duke of Mount Deer .
Pada tahun 2001, perusahaan produksi NMG milik Andy Lau memproduksi adaptasi televisi lainnya dari Journey to the West. Cheung diberi kesempatan untuk sekali lagi memerankan peran dalam The Monkey King: Quest for the Sutra. Serial ini disiarkan pada tahun 2002 di TVB. Meski mendapat rating tinggi, banyak yang merasa tidak sebagus versi tahun 1996.
Pada akhir tahun 1997, Cheung bertemu dengan istrinya Jess Zhang (Zhang Qian), seorang aktris di Tiongkok. Mereka syuting di lokasi yang sama pada produksi terpisah.
Hubungan mereka kemudian berkembang lebih jauh ketika Cheung membelikan botol air untuk Jess. Pada tahun 2004,Cheung menikahi Jess di Nanjing dan mengadakan upacara pernikahan terpisah di Boracay pada tahun 2009.
Dia mengatakan bahwa dia ingin meninggalkan dunia akting dan secara serius mempertimbangkan untuk melakukan sesuatu yang lebih bermakna dalam hidup seperti menjadi sukarelawan untuk berkontribusi kepada masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, Dicky Cheung memiliki penampilan yang khas, yaitu kepala gundul. Awalnya, itu hanya bagian dari pendalaman peran dalam serial yang dia mainkan. Namun itu berlanjut hingga kini.
“Saat itu, saya harus mencukur rambut saya untuk keutuhan syuting drama. Saya tetap mengandalkan kemampuan akting saya dan juga sedikit penampilan khas saya,” katanya.
Dia menambahkan bahwa salah satu kelemahan memiliki kepala yang dicukur adalah dia lebih rentan merasa kepanasan, karena matahari biasanya langsung bersinar. di kulit kepalanya.
Dicky Cheung kerap membagikan aktifitas sehari-harinya melalui akun Instagram miliknya yang telah diikuti 1.395 follower.
Sun Go Kong sang Kera Sakti
Baca artikel Trending menarik lainnya di tautan ini.
Nyaris 30 tahun berlalu sejak serial ini ditayangkan, bagaimana pernampilan terkini Dicky Cheung? Berikut profil dan penampilan terkini Dicky Cheung:
Download the free Kindle app and start reading Kindle books instantly on your smartphone, tablet, or computer - no Kindle device required.
Read instantly on your browser with Kindle for Web.
Sun Go Kong (Bahasa Hokkian:Sun-gō·-khong / Sun-ngō·-khong) adalah tokoh utama dalam novel Perjalanan ke Barat. Dalam novel ini, ia menemani pendeta Tong dalam perjalanannya.
Dalam buku Journey To The West versi terjemahan bahasa Inggris, dinyatakan bahwa:
Sun Go Kong lahir di Gunung Hwakuo (Hanzi: 花果山;lit. Gunung Bunga-bunga dan Buah-buahan) dari sebuah batu mitologi yang menerima saripati (qi) matahari dan bulan selama ribuan tahun. Ia tinggal bersama kawanan monyet kemudian dihormati setelah menemukan Gua Shuilien (Hanzi: 水帘洞; lit. Gua Tabir Air) di belakang sebuah air terjun raksasa. Monyet-monyet mengangkatnya sebagai raja mereka kemudian Sun Go Kong menggelari dirinya sendiri sebagai Měi Hóuwáng (Raja Monyet yang Gagah). Ia menyadari bahwa dirinya masih akan mengalami kematian meskipun ia berkuasa atas monyet-monyet yang lain, maka Sun Go Kong berniat untuk mencapai keabadian. Ia berkelana dengan rakit ke wilayah-wilayah keramat lalu menemui dan menjadi pengikut Bodhi, salah satu guru Buddhisme/Taoisme. Oleh karena itu, Sun Go Kong mempelajari seni bertutur-kata dan budi pekerti manusia.[2]
Pada mulanya, Bodhi enggan menerima Sun Go Kong sebagai pengikutnya karena Sun Go Kong bukanlah manusia. Namun, sebab kegigihan dan ketabahan Sun Go Kong, Bodhi menjadi tertarik kepada monyet itu dan memberinya nama resmi Sun Go Kong ("Sun" menunjukkan asal-usulnya sebagai monyet dan "Go Kong" membawa pengertian sadar akan kekosongan). Tidak lama kemudian, minat dan kecerdasan Sun Go Kong menjadikannya salah satu pengikut kesayangan Bodhi. Bodhi membimbing dan melatihnya berbagai ilmu sakti dan Sun Go Kong menguasai ilmu perubahan bentuk yang dikenal sebagai "72 perubahan". Ilmu itu membuat yang menguasainya dapat berubah wujud dalam berbagai bentuk yang memungkinkan, termasuk manusia dan barang. Sun Go Kong juga belajar perjalanan awan, termasuk teknik Jīndǒuyún (bersalto di atas awan) yang dapat mencapai 108.000 li (54.000 km). Ia juga dapat mengubah setiap bulunya yang berjumlah 84.000 menjadi barang dan makhluk; atau mengklonkan dirinya. Sun Go Kong menjadi terlalu angkuh karena kemampuannya dan mulai berbicara angkuh dengan murid-muridnya yang lain. Hal itu membuat Bodhi tidak senang kemudian mengusirnya dari kuil. Sebelum mereka berpisah, Bodhi meminta Sun Go Kong supaya berjanji untuk tidak akan memberitahu siapapun tentang bagaimana dia mendapatkan ilmu tersebut.[2]
Di Gunung Hwakuo, Sun Go Kong memantapkan kedudukannya sebagai salah satu siluman yang paling berkuasa dan berpengaruh di dunia. Untuk mencari senjata yang sesuai, ia menjelajah lautan dan memperoleh tongkat sakti. Tongkat itu dapat berubah ukuran dan menduplikasikan diri, juga bergerak sesuai kehendak hati pemiliknya. Mulanya tongkat itu digunakan oleh Yu Agung untuk mengukur kedalaman lautan, kemudian menjadi "Tiang yang Menenangkan Lautan" serta harta karun Ao Guang (Raja Naga Laut Timur). Berat tongkat itu adalah 13.500 kati (8.100 kg). Saat Sun Go Kong mendekatinya, tiang itu bersinar, menandakan bahwa ia telah menjumpai pemiliknya yang sesungguhnya. Sun Go Kong menggunakannya sebagai senjata serta menyimpannya di dalam telinga sebagai jarum jahit. Hal tersebut menyebabkan para makhluk sakti laut ketakutan serta mengakibatkan huru-hara di laut karena bisa berakibat pasang surut lautan. Selain merampas tongkat sakti itu, Sun Go Kong juga menewaskan naga-naga empat laut dalam pertempuran dan memaksa mereka menyerahkan baju zirah (鎖子黃金甲), topi berbulu Fenghuang (鳳翅紫金冠 Fèngchìzǐjinguān), serta sepatu bot yang membuat Sun Go Kong dapat berjalan di atas awan (藕絲步雲履 Ǒusībùyúnlǚ). Saat petugas neraka datang untuk mencabut nyawanya, ia berubah wujud menjadi makhluk lain sehingga mereka terkecoh. Ia kemudian menghapuskan namanya beserta nama semua monyet yang dikenalinya dari "Buku Hidup dan Mati". Raja-raja Naga dan Akhirat memutuskan untuk mengadukannya kepada Kaisar Giok di Surga.[2]
Kaisar Giok berharap dengan memberikan Sun Go Kong jabatan di kalangan dewa akan membuatnya lebih mudah diawasi. Sun Go Kong mengira ia akan diangkat sebagai salah satu dewa, tetapi ia hanya dijadikan pengurus kandang kuda surga untuk menjaga kuda. Setelah mengetahui hal itu, ia memberontak dan mengangkat dirinya sebagai Bikkhu Agung dan bersekutu dengan para siluman yang paling berkuasa di dunia. Percobaan awal Surga untuk mengalahkan Raja Monyet tidak berhasil. Selanjutnya, para dewa terpaksa mengakui gelar Sun Go Kong tersebut serta mencoba menawarinya kedudukan kepadanya sebagai "Pelindung Taman Surga". Saat Sun Go Kong mendapati dirinya tidak diundang untuk menghadiri sebuah jamuan kerajaan oleh Xi Wangmu, sementara dewa dan dewi lain diundang, ia menjadi marah. Setelah mencuri persik keabadian Xi Wangmu, pil lanjut usia Lao Tzu, serta minuman anggur Kaisar Giok, Sun Go Kong melarikan diri kembali ke kerajaannya untuk menyusun pemberontakan.
Sun Go Kong kemudian menewaskan Tentara Surga yang terdiri atas 100.000 pahlawan samawi dan membuktikan dirinya menjadi lawan tanding Er Lang Shen, jenderal Surga yang terunggul. Namun, ia akhirnya berhasil ditangkap atas kuasa Taoisme dan Buddhisme, serta usaha para setengah dewa. Beberapa percobaan hukuman mati untuknya gagal, sehingga Sun Go Kong akhirnya dikurung dalam sebuah tungku bagua Lao Tzu untuk disuling menjadi pil obat dengan cara dibakar menggunakan api meditasi yang paling panas. Namun, tungku tersebut meledak setelah 49 hari dan Sun Go Kong melompat ke luar, bahkan menjadi lebih kuat daripada yang dahulu. Sun Go Kong kemudian berbuat berbagai kejahatan melalui huǒyǎn-jīnjīng (火眼金睛; lit. renungan keemasan mata bernyala-nyala), yaitu suatu keadaan saat mata tahan terhadap asap.
Setelah semua cara gagal dilakukan, Kaisar Giok memohon kepada Buddha yang tinggal di kuilnya di Barat. Buddha bertaruh dengan Sun Go Kong bahwa Sun Go Kong tidak akan dapat melarikan diri dari tapak tangannya. Sun Go Kong yang dapat menempuh 108.000 li dalam satu kali lompatan, dengan angkuhnya, setuju dengan taruhan tersebut. Ia kemudian melompat bahkan dengan berkali-kali melompat dan mendarat pada suatu tempat yang hanya terdapat lima batang tiang. Ia mengira telah mencapai ujung dunia. Sebagai penanda bahwa dirinya telah sampai di tempat itu, ia menulis pada tiang-tiang itu kalimat "Bikkhu Agung yang Sama Kedudukannya dengan Surga", kemudian mengencinginya. Ia kemudian melompat kembali ke telapak tangan Buddha untuk mengklalim kemenangan taruhannya. Ia terkejut seteah menyadari bahwa kelima tiang tersebut adalah kelima jari tangan Buddha. Sun Go Kong segera berusaha melarikan diri, tetapi Buddha menindihnya dengan telapak tangan yang berubah menjadi gunung. Gunung tersebut disegel dengan mantra Om Mani Padme Hum dalam huruf emas. Sun Go Kong terkurung di sana selama lima abad.[2]
Lima abad kemudian, Bodhisatva Guanyin sedang mencari-cari pengikut untuk melindungi Xuanzang, seorang penziarah Dinasti Tang, yang ingin membuat perjalanan ke India untuk memperoleh sutra agama Buddha. Pada saat Sun Go Kong mendengar hal itu, dia menawarkan diri untuk ditukar dengan kebebasannya. Guanyin memahami bahwa Sun Go Kong sangat sulit dikendalikan, Guanyin kemudian memberi Xuanzang sebuah cekak rambut (bandana) ajaib, hadiah dari Buddha. Ketika Sun Go Kong kemudian ditipu untuk memakainya. Ternyata, cekak itu tidak dapat dilepaskan lagi. Dengan mantra khusus, cekak itu dapat mengetat dan mengakibatkan kesakitan yang tidak tertahankan pada kepala Sun Go Kong. Supaya adil, Guanyin juga memberi Sun Go Kong tiga bulu yang istimewa yang boleh digunakan dalam keadaan yang mendesak. Di bawah pengawasan Xuanzang, Sun Go Kong diperbolehkan melakukan perjalanan ke Barat.
Sun Go Kong membantu Xuanzang dengan setia dalam perjalanannya ke India. Mereka pergi juga bersama "Pigsy" (猪八戒 Zhu Bajie) dan "Sandy" (沙悟浄 Sha Wujing) yang menawarkan diri untuk menebus dosa mereka. Keselamatan Xuanzang seringkali terancam oleh setan-setan serta makhluk-makhluk gaib yang lain yang mempercayai bahwa daging Xuanzang apabila dimakan dapat menambah umur. Sun Go Kong bertindak sebagai pengawal pribadi Xuanzang dan dikaruniai kuasa Surga untuk memerangi ancaman-ancaman tersebut. Pada akhirnya, kelompok itu menghadapi 81 kesengsaraan sebelum mencapai misi mereka dan kembali ke China. Sun Go Kong kemudian mencapai Kebuddhaan atas dedikasi kesetiaan dan kekuatannya.[2]
Muncul opini bahwa Wu mengambil tokoh Sun Go Kong muncul dari inspirasinya atas cerita Ramayana dari India yang mana juga ada mengisahkan tokoh kera sakti Hanoman.[3] Di dalam kalangan sastrawan Tiongkok sendiri juga terdapat pendapat yang mendukung opini ini, tetapi mayoritas menolak teori ini. Ada juga yang berpendapat bahwa Wu mendapat inspirasi dari Hanoman, tetapi Sun Go Kong kemudian digambarkan tanpa ada kaitan sama sekali dengan Hanoman India. Lu Xun (1881~1936) adalah Bapak Sastra Modern Tiongkok yang terkenal. Ia berpendapat bahwa Sun Go Kong adalah karya Wu yang mengambil inspirasi dari cerita karya Lee Gong-zuo yang hidup di zaman Dinasti Tang. Dalam novelnya berjudul "Gu Yue Du Jing", ia menceritakan tentang siluman sakti bergelar Huai Wo Shuei Shen yang akhirnya juga berhasil ditaklukkan oleh kekuatan Buddha. Setelahnya ia berganti nama menjadi Wu Zi Qi. Lu Xun berpendapat bahwa Wu Cheng-en mengambil tokoh Sun Go Kong atas modifikasi Wu Zi Qi. Lalu, sastrawan lain juga berpendapat bahwa tokoh Sun Go Kong adalah asli Tiongkok karena ada seorang Bikkhu yang juga terkenal pada masa Dinasti Tang bergelar Wu Kong (Go Kong = Hokkian), nama asli Che Chao-feng.[3]
Namun Hu Shi, sastrawan lain berpendapat bahwa Wu mengambil inspirasi dari Hanoman yang dikisahkan dalam cerita Ramayana. Karena ia berspekulasi bahwa tidak mungkin cerita Ramayana yang terkenal itu tidak sampai di Tiongkok. Jadi pasti ada pengaruh Hanoman pada karya Wu Cheng-en tadi. Ada pula sastrawan lain Ji Xian-lin yang berpendapat bahwa Sun Go Kong adalah Hanoman yang dimodifikasi menjadi Sun Go Kong tanpa ada kaitan sama sekali dengan Hanoman-nya sendiri kecuali sama2 merupakan kera sakti. Namun kera sakti Sun Go Kong jelas adalah perpaduan antara kepercayaan, cerita rakyat dan kreasi daripada penulisnya sendiri, Wu Cheng-en.[3]